Al Mansur : 200-an Ormas di Jaksel Tetap Kompak, Tidak Terpengaruh Gonjang Ganjing Perpu

Spread the love

photo6242110867789424620Ketua DPD PKS Jaksel, Al Mansur Hidayatullah mengatakan bahwa organisasi kemasyarakatan atau ormas turut berperan dalam membangun Ibukota. “Pelaksanaan pembangunan di Jakarta Selatan khususnya, tentu tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya tanpa adanya peran masyarakat serta ormas,” kata Al Mansur.

Al mansur menjelaskan ormas merupakan mitra pemerintah yang tentunya selalu diharapkan untuk dapat aktif dalam berpartisipasi mendukung kebijakan pemerintah dan juga mengingatkannya jika ada kebijakannya yang menyimpang.

Pemerintah juga jangan absen dalam melakukan pemberdayaan maupun pembinaan ormas. Pemerintah harus hadir dalam melakukan pemberdayaan, pembinaan maupun manajemen organisasi ormas. “Kalau ormas bisa didorong dan diberberdayakan, insya Allah pembangunan di Jakarta Selatan khsusnya akan lebih maju,” kata Al Mansur.

Al Mansur berharap pada ormas Jaksel yang berjumlah sekitar 200-an agar terus menjadi bagian penting bagi proses-proses pembangunan di Jakarta Selatan, dan juga meningkatkan peran untuk memberikan pemahaman kepada anggotanya untuk tetap menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar 1945,” tandasnya.

Alhamdulillah ratusan ormas yang ada di Jakarta Selatan tetap kompak, solid dan bersatu menjaga keamanan dan kesatuan warga Jakarta Selatan. “Kami tidak ingin dipecah belah oleh berita gonjang – ganjingnya perpu ormas, ” kata Al Mansur.

PKS memang mengkritisi dan menolak perpu yang masih subyektif dan rawan diterjemahkan untuk kepentingan kekuasaan yang otoriter. Satu ormas dibubarkan, sementara beberapa yang lain rangkul, kesannya seperti sedang ada politik belah bambu, mengadu domba antara sesama komponen masyarakat, yakni sesama ormas. Ini sangat berbahaya dan berpotensi menimbulkan gesekan di level horisontal,” ujar Al Mansur.

PKS mempunyai empat catatan kritis PKS, pertama adalah Pemerintah mengeluarkan Perppu dengan alasan UU 17/2013 tidak lagi memadai sebagai sarana mencegah ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Sehingga wajar saja jika banyak pihak yang mempertanyakan dimana letak kegentingan yang memaksa itu.

Kemudian catatan kritis kedua adalah Perppu menganulir proses pembatalan ormas melalui peradilan sebagaimana diatur dalam UU 17/2013 lalu diganti dengan secara sepihak pemerintah dapat membatalkan ormas. Apakah hal itu tidak malah mengesampingkan upaya untuk menghadirkan supremasi hukum, sebaliknya membuka peluang tindakan yang sewenang-wenang? Ingat komitmen kita adalah negara hukum, bukan negara kekuasaan.

Catatan ketiga, Perppu mengintrodusir pasal-pasal larangan bagi ormas yang bisa ditafsirkan luas (karet) seperti larangan menyebarkan ajaran atau paham yang bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945. Pasal ini membuka peluang kesewenang-wenangan apalagi Perppu menghapus proses peradilan bagi ormas yang dinilai melanggar larangan itu.

Lebih lanjut catatan keempat, Perppu mengatur pidana kepada setiap orang (anggota ormas) yang melanggar ketentuan larangan bagi ormas. Bagaimana sebuah aturan tentang ormas sebagai sebuah organisasi menyasar orang per orang anggota ormas. Bisa dibayangkan berapa banyak potensi kriminalisasi dari Perppu ini nantinya?

Al Mansur mengatakan, berangkat dari empat catatan tersebut, sangat wajar jika publik mempertanyakan adanya motif politik apa atas Perppu tersebut? Adakah upaya untuk menyasar kelompok tertentu, mengekang kebebasan berserikat dan berpendapat, serta adanya kecenderungan terbukanya peluang untuk bertindak represif dan otoriter?

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *