Hari Raya Kurban Harusnya Mampu Memberdayakan Ekonomi Rakyat

Spread the love
arya bidang ekonomi
Oleh Ir Aria Heryantha – Ketua Bidang Pemberdayaan Ekonomi PKS Jaksel

Pelaksanaan kewajiban berkurban setiap hari raya Idul Adha, selain sebagai sarana berkhidmat dan menggembirakan fakir miskin, harusnya juga dapat difungsikan sebagai pemberdayaan ekonomi rakyat. Kebutuhan hewan kurban setiap Idul Qurban tiba ini dapat digunakan untuk menunjang perekonomian rakyat, mulai dari budi daya peternakan hewan, pengantaran hewan, penyewaan lahan, sampai industri manufaktur yang mengolah daging kurban.

Jadi efek positifnya tidak hanya menyembelih hewan dan membagi dagingnya kepada warga, tetapi mampu membuat suatu gerakan ekonomi rakyat yang kuat. Dampaknya tidak hanya membuat kaum dhuafa menikmati daging saat lebaran saja, tetapi mereka juga bisa menjadi “juragan kambing”. Jauh sebelum lebaran idul adha, di sisi hulu sudah dibentuk sentra – sentra kampung ternak.

Para peternak “kampung” ini harus didukung, masyarakat harus diajak agar melaksanakan kurban sekaligus memberdayakan desa, bukan sebaliknya mengkampanyekan hewan kurban impor. Dengan melakukan pembelian hewan kurban “kampung”, masyarakat telah berkontribusi terhadap perkembangan perekonomian desa. Dengan hal ini, kita bisa sedikit memotong rantai distribusi panjang yang biasanya selalu melewati tengkulak. DKI Jakarta, setiap tahun membutuhkan hewan kurban tidak kurang 4.500 sapi, 100 kerbau, 30-an ribu kambing dan hampir sekitar 2.000 ekor domba. Potensi kurban untuk wilayah Jabodetabek bisa mencapai hampir Rp 100 miliar, sebuah nilai yang besar. Namun yang harus dipikiran adalah bagaimana agar potensi itu tidak menguap sesaat saja saat hari raya kurban. Skema yang ada di setiap hari raya idul adha adalah hewan hari itu kurban dipotong, hari itu dibagikan, dan hari itu juga habis. Padahal, kegiatan berkurban sebenarnya bisa diarahkan ke aspek yang lebih luas dan produktif. Kurban tidak sekedar menjadi aset konsumtif yang habis dalam waktu singkat, tetapi bisa diarahkan ke hal yang lebih produktif. Dengan kata lain kurban bisa menggerakkan ekonomi rakyat secara lebih luas dan tentunya sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi Islam.

Terkait dengan kebutuhan hewan kambing, pemenuhan kebutuhannya harusnya tidak ada masalah, dapat dengan mudah dipenuhi. Sentra kambing saat ini banyak terdapat di Jawa Barat, dan mampu memenuhi kebutuhan di tiga provinsi sekaligus yakni Jawa Barat, Banten dan Jakarta. Populasi kambing atau domba di Jawa Barat, sebesar 10,6 juta ekor, dan itupun baru terserap hanya 600 ribu hingga 1 juta ekor saja per tahun. Sementara daging sapi impor, saat ini masih menguasai 97% Pasar Jakarta, artinya hanya 3% saja daging sapi yang berasal dari lokal. Hal ini perlu keberpihakan berlebih dari pemerintah kepada para peternak lokal. Dengan terserapnya hewan kurban lokal, mudah-mudahan para peternak dapat menerima hasil yang layak atas kerja mereka memelihara hewan kurban.

Sekali lagi, pelaksanaan kewajiban memotong hewan kurban setiap hari raya Idul Adha bukan hanya menjadi momentum penyantunan fakir miskin. Pemotongan hewan kurban harus mulai bisa diarahkan bagi pemberdayaan ekonomi rakyat, ekonomi kampung untuk mendukung pembangunan bangsa dalam rangka mengentaskan kemiskinan. Jadi, tidak hanya menyembelih hewan dan membagi daging kurban, tetapi setiap perayaan Idul Adha hendaknya mampu pula membuat suatu gerakan perekonomian kuat dan meningkatkan pendapatan keluarga miskin di kampung – kampung.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *