Makna Filosofis Dibalik Makanan Favorit Buka Puasa, Biji Salak

Spread the love

Biji Salak sudah menjadi makanan favorit di saat berbuka puasa. Menjelang waktunya berbuka puasa, akan sangat banyak kita jumpai orang-orang yang menyantap biji salak di rumah. Rasanya yang manis dan kenyal, membuat biji salak semakin digemari banyak orang.

Namun tidak banyak yang tahu bahwa bahwa salak memiliki filosofi atau makna yang sangat mendalam. Santan yang digunakan untuk menyiram biji salak, dalam bahasa Jawa disebut “Santen” yang merupakan singkatan dari kata “pangapunten”. Artinya, permohonan maaf.  Sementara Buah salak memiliki banyak keunikan yang dimulai dari batang pohonnya yang berduri sampai buahnya yang beragam rasa ada asam, manis, dan sepet. Buah salak memang sangat terkenal, contohnya  Salak Condet.

Kali ini kita akan menggambarkan sedikit tentang makna filosofis dari buah salak.  Buah Salak itu beragam rasanya, dari yang manis, asam, sampai sepet, makna fiosofisnya adalah untuk mendapatkan tujuan yang ingin kita inginkan, pasti penuh dengan perjuangan dan kerja keras tetapi kita tidak tahu hasilnya seperti apa nantinya. Sehingga perumpamaan Buah Salak dalam meraih kesuksessan itu jika kita ingin mendapatkan Salak yang bagus dan manis maka perlu perencanaan yang matang dengan membaca siklus panen salak kapan saat tepat panen salak sehingga mendapatkan hasil yang ‘pas’.

Untuk mendapatkan Salak yang manis pun, itu perlu perjuangan mengambilnya dari duri-duri pohon salak yang sangat banyak, kita perlu membersihkan terlebih dahulu duri –duri tersebut agar mudah untuk mengambil salaknya. Maknanya sama seperti keinginan yang harus dilakukan perencanaan  matang dan dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga hasilnya dapat kita petik.

Dalam perjalanannya meraih sebuah keinginan itu  memang tidak selalu mulus kadang ada manis, asam, dan sepet seperti rasa Buah Salak. Manis untuk hasil yang kita raih memuaskan, asam untuk hasil yang kurang maksimal, dan sepet karena gagal dalam merencanakan atau melakukannya.

Buah Salak ini berlawanan dengan buah dondong, kita tahu bahwa buah salak memiliki bentuk luar yang tidak halus, tajam, sukar dikupas, namun di dalamnya terdapat buah yang lezat dan disukai banyak orang.  Maknanya, di dalam pergaulan kehidupan sehari-hari, ataupun bermasyarakat kita tidak berhak menilai seseorang hanya dari penampilan, ras, warna kulit. Terlihat buruk luarnya tetapi belum tentu isi hatinya. Dalam Al-Qur’an kita diajarkan untuk tidak menilai seseorang berdasarkan luarnya, karena itu namanya Su’udzon (berprasangka buruk). Allah berfirman dalam Surat Al Hujurat ayat 12 yang artinya  : “Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah dari kalian kebanyakan dari persangkaan (zhan) karena sesungguhnya sebagian dari persangkaan itu merupakan dosa. (Al-Hujurat : 12).

Sampai Ketemu lagi dengan Bang Epri, Kabid Sosial Budaya PKS Jaksel.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *